Kesya kembali menyekah dahinya dengan punggung tangan.
Kakinya sinkron mengayuh pedal sepeda dengan masih berbalut seragam sekolah.
Cuaca sangat terik seperti saat di padang pasir Yordania tempat Transformer syuting adegan film.
Diliriknya jam tangan oranye yang nyentrik di pergelangan tangan. Pukul 06.45
(nampaknya bukan “terik” istilah yang tepat untuk menggambarkan pagi itu,
mungkin Kesya terlalu melebih-lebihkan untuk nyebut istilah “cerah”). Terduduk
pula di bangku teras koridor bawah setelah memarkirkan sepedanya.
“water?”
Sosok yang kini memang memenuhi ruang otak Kesya
tiba-tiba muncul menyodorkan sebotol air mineral. Dengan berbunga-bunga Kesya
menerima botol air minum itu.
“thanks,
Alv”
“tumben
gak bareng si doodle”
“maksudnya
Dodo?”
“mm..”
“ada
urusan kali”
“kenapa
gak sms gue? kan gue bisa jemput”
“mm..
makasih, next time deh”
Alvin melambaikan tangan ke arah Kesya. Kesya membalas
lambaikan tangan itu. Masih dengan hati yang berbunga-bunga. Siapa yang gak
nge-fly coba. Pagi-pagi udah di
sambut sama pangeran tampan dari kerajaan Handsomnimious.
Pakek acara di kasih air minum lagi. Oke,
ini mungkin bukan yang pertama. Sudah dari seminggu yang lalu Kapten Tim Futsal
sekolahnya itu memberikan perhatian lebih pada Kesya. Ekhem, pedekate gitu.
“Key,
lo tau kan sunrise itu bagus banget
pas pagi-pagi kayak gini.. jadi..”
Seseorang menepuk bahu Kesya. Cowok dengan mata tetap
fokus memegang kamera DSLR miliknya. Ini
dia. Sosok yang wajib dikasih tatapan dingin. Nyaris membuatnya telat dan
digantung di tiang bendera lapangan upacara. Dasar!. Siapa juga yang pagi-pagi mau di kasih sarapan alesan. Yang ada
itu sarapan roti, bubur ayam, atau nasi goreng. Emang kalo makan alesan bisa
kenyang. Alesan lo juga gak bakal buat keringet gue masuk lagi ke pori-pori. Kata
maaf-nya mana coba? Bikin tambah kesel aja. Kesya berlagak tak mendengar
apa-pun. Ia membuka tutup botol air mineral dan meneguknya dengan cepat. Glek-glek-glek.
“Key,
maaf.. maaf banget.. gue tadi gak sempet nitip pesen ke bunda kalo gue berangkat
duluan”
Eh, ‘maaf’ lo
telat. Kesya memutar tubuhnya. Bahkan
tak menanggapi perkataan cowok dengan kalung kamera dan kaca mata tebal di
sebelahnya. Ia malah melengos pergi tanpa mengucapkan sepatah kata-pun. Cowok
di sebelahnya malah bergidik. Ini jelas bukan pertanda baik.
“Key..
Key.. Kesya.. maaaaf..”
Jeritan cowok itu mungkin bisa sampai ke ujung kulon,
tapi Kesya tetap tak perduli. Dengan memasang muka jutek abis, ia meninggalkan Dodo dengan seribu kata maaf-nya. Siapa suruh lo ninggalin gue.
“ya
ampun.. ngambek lagi kan.. mati gue..”
Dodo menepuk dahinya. Ia cuma bisa angkat tangan kalo
Kesya sudah ngambek. Oke, ia perlu
menyiapkan sesajen kalo penghuni gunung
jutek itu sudah marah. Entah gitar dari mana yang sekarang dipegang Dodo.
Tiba-tiba saja Dodo sudah duduk di bangku samping Kesya yang masih menekuk
wajahnya. Tangan kirinya sudah siap di kunci gitar dan tangan kanannya menekuk
siap memetik senar gitar.
When I see your face, there's not a thing that I
would change
Cause you're amazing, just the way you are
And when you smile, the whole world stops and stares for awhile
Cause girl you're amazing
Just the way you are
-Bruno Mars: Just The Way You Are-
Cause you're amazing, just the way you are
And when you smile, the whole world stops and stares for awhile
Cause girl you're amazing
Just the way you are
-Bruno Mars: Just The Way You Are-
Senyum Kesya mengembang. Hal yang rutin dilakukan kalo
Kesya ngambek ini, menjadi jurus jitu bagi Dodo. Dibalas dengan senyum konyol
Dodo. Kesya memberikan jitakan keras di kepala Dodo. Dodo menyeringai mengelus
kepalanya. Sakit, namun Dodo suka. Kebiasaan yang sering dilakukan kedua
sahabat itu. Bahkan saat mereka pertama kali bertemu 10 tahun silam, hingga
sekarang.
“suara
lo jelek”
Ejek Kesya sambil mengeluarkan buku-buku pelajaran
dari dalam tasnya. Dodo kembali tersenyum konyol. Di kembalikannya gitar yang
ia pinjam –entah dari mana- sembari mengeluarkan buku dari dalam tasnya juga,
mengikuti Kesya.
“ah
masa? padahal kemarin Ahmad Dhani nawarin gue rekaman single baru”
Mereka berdua terbahak-bahak. Akhirnya, damai kembali.
Frase yang simple tapi mampu dengan jelas menggambarkan suasana diantara
mereka. Pertengkaran kecil ini sudah biasa. Berkali-kali. Malah sehari bisa
sampe tiga kali, seperti minum obat. Kesya yang gak mau kalah dan Dodo yang
selalu mengalah.
“awas-awas-awas..
gue mau duduk di samping Kesya”
Dasar Pipiyot, celetuk Dodo kepada Ella. Udah kayak bulldozer menggusur paksa Dodo dari
sebelah Kesya. Suaranya cempreng kayak piring kaleng. Partner cocok buat Kesya yang sama-sama rempong.
“Cieee
yang tadi pagi di sambut sama pangeran futsal primadona sekolah yang cetar
membahana”
Suara Ella menggelegar bak petir di
tengah hujan. Ngapain harus duduk di samping Kesya kalo suaranya bisa terdenger
sampe jarak radius 2 kilometer gini. Dodo mendengus kesal. Harus pakek majas
metafora gitu ya? pangeran futsal primadona sekolah yang cetar membahana, cih.
Kayaknya Princess Syahrini juga gak
bakal rela titelnya dipakek buat tuh orang.
“lo
harus siap-siap key, doi udah makin gencar pedekate
sama lo, mungkin akhir minggu ini dia bakal nembak lo... omaigaaat, gue gak bisa bayangin ekspresi anak-anak kalo kalian
beneran jadian”
“terus
gue mesti gimana?”
“kok
gimana sih key, come on, lo tuh ha...”
Huuh, nenek-nenek rumpi. Bisanya ngegunjingin orang
aja. Timpal Dodo berulang kali. Kesal bukan main. Kedekatan Kesya dan Alvin
menjadi trending topic tersendiri di
sekolah ini. Siapa yang gak kenal Alvin dan siapa yang kenal Kesya. Kisah
seorang pangeran tampan yang jatuh cinta pada gadis biasa. Kisah yang sedang
ngehits di kalangan remaja masa kini.
Pangerannya Alvin, iya, seorang kapten Tim Futsal
kebanggaan sekolah, cakep, kaya, atletis, terkenal, gak pinter-pinter banget
sih, rada-rada belagu, tengil, agak songong, tapi masih banyak aja yang kejebak
sama tipu muslihatnya. Kenapa gak ada satu-pun anak di sekolahan ini yang bisa
ngeliat dengan jernih sih. Dodo jelas gak suka sama tingkahnya sejak pertama
kali kenal dia. Waktu ketemu dia lagi jalan sama temen ceweknya di mall, selang
dua menit setelah temennya pergi, udah main ngegandeng temen cewek lain aja.
Istilah yang tepat untuk menggambarkannya adalah playboy.
Dan tebak siapa gadis biasa yang beruntung itu. Congartulations Kesya! Seorang anggota
klub renang sekolah biasa, gak terlalu cakep kayak duta sekolah, hidupnya juga
biasa-biasa aja, gak terkenal, gak banyak orang yang tahu bahwa ada anak
bernama Kesya tinggal di sekolah ini, pinter yaa relatif kadang masih aja suka
nyontek PR fisika, matematika, dan kimia. Baik sih, anaknya juga rendah hati,
simpati sama temennya. Kalo dilihat-lihat lagi, nih anak lumayan cute, senyumnya manis, tulus, ceria
walaupun suka ngembek gak jelas. Dodo tersenyum membayangkan gadis itu, tak
lama kemudian ia menggelang, mencoba menyadarkan pikirannya yang mulai
ngelantur. Dipalingkan wajahnya kembali ke arah Kesya, muka Dodo bersemu merah.
Hal yang sering terjadi akhir-akhir ini.
Istirahat ini Dodo harus menghadiri rapat klub
fotografi di ruang ektrakulikuler sekolah. Kembali dengan mengalungkan kamersa DSLR Nikon hitam kesayangannya, matanya
tak fokus pada jalan. Sibuk melihat-lihat hasil jepretan yang tadi pagi
diambilnya. Demi jepretan sunrise
yang membuat Kesya tadi pagi ngambek. Dodo tersenyum aneh lagi.
“apalagi..
selain body-nya tuh cewek yang paling
hot diantara cewek klub renang
lain..”
Suara dari ruang ganti klub Futsal, terdengar
segerombolan pemain futsal sedang berbincang riang. Dodo sedikit mendongak ke
arah jendela untuk bisa mendengar dengan jelas suara yang tak asing lagi
ditelinganya itu. Tak perlu waktu lama untuk menangkap inti percakapan mereka. Shit!! Umpat Dodo dalam hati. Dengan
wajah kesal setengah mati ia meninggalkan ruangan itu.
Setengah jam Dodo terdiam di samping Kesya setelah
meminta cewek itu menemuinya di kantin sekolah. Kesya berulang kali meminta
Dodo bicara, hasilnya nihil. Dodo tak bergeming. Jus jeruk yang dipesannya tak
berkurang setetes-pun.
Kesya melambai-lambaikan tangannya di depan wajah
Dodo. Apakah gerangan yang membuat sahabatnya ini tiba-tiba menelpon dan
memintanya kemari. Pasti sesuatu yang urgent.
Tak biasanya Dodo seperti ini. Hampir dibuatnya kesal setengah mati. Dari
setengah jam lalu Dodo tak kunjung mengatakan sesuatu. Perkataan Kesya-pun tak
digubrisnya.
“jauhin
Alvin, key!”
Entah harus senang atau terkejut mendengar kata itu.
Kata pertama yang Kesya tunggu-tunggu dari mulut Dodo seketika keluar tanpa
embel-embel atau basa-basi. Perlu beberapa detik untuk Kesya bisa mencerna kata
yang barusan keluar dari Dodo. Kesya menggeleng-gelengkan kepala.
“lo
bilang urgent sampe lo nelpon gue..
lo diemin gue setengah jam.. terus lo cuma mau ngomong gitu?”
“jauhin
Alvin key, dia cowok gak bener, gue gak mau sesuatu yang buruk terjadi sama lo”
Pernyataan Dodo yang terucap sama sekali tak menjawab
pertanyaan Kesya. Kesya seolah tak percaya, memegangi kepalanya dengan
frustasi. What’s wrong with you? Ada apa
sih antara lo sama Alvin? Kenapa lo benci banget sama Alvin? Lo emang gak mau
liat gue bahagia ya? Pertanyaan yang ingin diterikkan oleh Kesya. Namun Kesya
hanya diam.
“gue
bilang jauhin Alvin!!”
“stop
do!! gue gak mau denger apa-apa lagi..”
“kenapa
sih sekarang lo gak percaya sama gue key?”
“apasih..
lo terlalu kekanak-kanakan tau gak”
“lo
berubah sejak lo kenal Alvin!!”
“cukup!!
gak usah bawa-bawa Alvin lagi”
“Alvin
itu cowok brengsek key, dia cuma mainin lo, dia gak serius sama lo”
“sekali
lagi lo ngomongin alvin.. lo bukan sahabat gue lagi!! gue benci sama lo do!!”
Kesya melangkah pergi setelah
melayangkan tatapan dingin pada Dodo. Diikuti kalimat yang membuat hati Dodo -entah mengapa- terasa pedih. Dodo hanya
terdiam. Ia tulus, tak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada Kesya. Tapi sepertinya
Kesya sudah benar-benar dibutakan oleh Alvin. Ini mungkin menjadi pertengkaran
terbesar dalam hidup mereka.
Seminggu Kesya dan Dodo sama sekali gak bicara. Miss communication. Semenjak kejadian di
kantin, Dodo gak pernah “mengganggu” Kesya lagi. Dodo selalu menghindar.
Melenyapkan sekecil apapun kemungkinan untuk bisa bertemu Kesya. Kalaupun
mendesak ada tugas yang perlu dikerjakan bersama, Dodo hanya menjawab, ya atau tidak, sudah atau belum. Kata-kata yang membuat Kesya
kesal setengah mati. Dodo kenapa sih?
sariawan? sakit tenggorokan? harusnya kan gue yang marah sama dia, kok sekarang
malah dia yang ngediemin gue sih. Ngeselin!!
Hal yang berbanding terbalik dengan Alvin. Benar kata
Ella, Alvin semakin gencar melancarkan aksi pedekate-nya
pada Kesya. Membuat Kesya semakin berbunga-bunga. Lambat laun, Alvin membuat Kesya
semakin.... melupakan Dodo.
Nanti malam, hal spesial mungkin akan terjadi. Hal
yang selalu digunjingkannya bersama Ella. Tepat pukul 7, Alvin menjemputnya.
Lengkap dengan setelah ngedate
lengkap, plus sebuket mawar merah yang semerbak wanginya. Lebih dari dua jam Kesya
berdandan untuk menyaingi penampilan Alvin malam ini. Make up natural dan dress warna nude
selutut, memperlihatkan lekuk tubuhnya yang memang indah. Rasanya malam ini
hanya milik mereka berdua.
Limabelas menit, mereka tiba di sebuah resto ternama.
Dari parkiran terlihat jelas lambaian cahya lampion indah nan romantis diikuti
dekorasi mewah yang membuat tempat ini positif tergolong highclass. Resto yang belum pernah dikunjunginya bersama Dodo. Oh
iya, Dodo. Apa kabarnya sekarang. Kalau saja mereka tidak sedang perang dingin.
Ponselnya akan penuh dengan runtutan sms Kesya tentang keadaan malam ini di
resto bersama Alvin.
Makan malam ini semakin indah. Alvin pandai membuat
hati Kesya melayang-layang. Saat ini, Kesya merasa menjadi gadis paling
beruntung di dunia. Alvin mengajaknya berdansa di tengah ballroom resto yang sengaja disulap menjadi lantai dansa. Diikuti
alunan musik klasik yang apik, susana latar yang benar-benar bak di negeri
dongeng, Alvin sukses besar. It’s a
beautiful night, right?
“gue
suka sama lo, lo mau kan jadi cewek gue”
Bisikan Alvin di telinga Kesya membuat jantung Kesya
berdegup tak karuan. Ingin rasanya ia berteriak sampai semua orang tahu. Alvin,
sang pangeran tampan, akhirnya, malam ini dengan semua kejutan yang ia berikan,
absolutely yes i’m, ingin buru-buru Kesya
teriakkan. Namun hasilnya, Kesya hanya mengangguk dengan senyum sumringah.
Alvin tak mengantarnya langsung pulang ke rumah.
Walau-pun Kesya bilang ini sudah lewat jam malamnya. Sekali lagi Alvin berhasil
meyakinkan Kesya, mengajaknya mengunjungi suatu tempat. Kali ini tempat yang
lumayan ramai. Mereka juga disambut dengan lambaian cahaya, bukan lampion,
seperti lampu berwarna-warni dengan kilatan yang cepat. Pengunjung tampak
hilir-mudik. Ini... diskotik.
Lebih dari satu jam Kesya duduk di kursi tinggi dekat
penjaga bar menemani Alvin yang kelihatan sumringah. Bau alkohol dan asap rokok
membuat Kesya tidak betah berada lama-lama berada disitu. Sudah berulang kali Kesya
mengajak Alvin pulang. Alvin sama sekali tak menggubris. Pura-pura tidak
mendengar. Kesya hanya mendesah, dan berjalan menuju toilet, satu-satunya
tempat yang bebas dari hingar-bingar lampu malam.
Sekembalinya dari toilet, tampat Alvin sedang
bercengkrama dengan beberapa temannya. Mungkin sudah tidak asing lagi. Kesya
pernah melihat mereka dalam sepermainan futsal. Ya Tuhan, apa ini. Apa mereka gak takut kalo sampe ketangkep
kepsek, diadili, dan dikeluarkan dari sekolah gara-gara main ke klub malam
kayak gini.
“fix.. kalian jadi babu gue selama
sebulan, hahaha”
Samar-samar terdengar suara Alvin mendikte
teman-temannya dengan tampang diktator yang menang perang. Teman-temannya
tergelak tawa bersama mendengar celotehan Alvin. Kesya berjalan mendekat untuk
mendengar dengan jelas percakapan mereka.
“terus
mau lo apain? sayang kan kalo cuma buat taruhan.. gue juga mau walau cuma
bekasan hahaha”
“lo
liat aja, malem ini gue akan buat dia ga bakal bertekuk lutut sama gue”
“Kesya..
Kesya.. manis sih orangnya, cuma buat bahan mainan lo doang Alv, hahaha”
“jangan
panggil gue Alvin kalo gue dak bisa dapetin semua yang gue mau, man”
Kesya masih mematung mendengar gelak tawa Alvin dan kroco-kroconya. Masih tak percaya apa
yang baru saja di dengarnya. Sampai salah satu kacung Alvin menyadari dan
menyikut lengannya. Alvin menoleh. Air mukanya berubah, seolah tak terjadi
apa-apa. Berusaha merangkul Kesya.
Kesya muak. Ditepisnya rangkulan itu. Alvin-pun berdiri.
Dengan muka tanpa dosa ia bersedekap, melipat tangan di depan dada dan memasang
tampang yang... menjijikan buat Kesya.
Menyadari Kesya mendengar semua yang mereka katakan. Tak berperasaan, dengan
santainya ia menghadapi cewek yang hampir mati berdiri saking syoknya ini.
“jadi..
semua ini..”
“gue
gak pernah ngomong ‘gak’ untuk tuduhan lo kan..”
“....well..”
“lo
cuma taruhan yang..”
“enough!!”
Kesya mengacungkan telapak tangannya tepat di depan
muka Alvin. Ia tak ingin menghabiskan sisa serpihan hatinya untuk cowok yang
selama ini dianggapnya sebagai malaikat. Come
on Kesya, it doesn’t matter!. Kesya berusaha meneguhkan dirinya sendiri.
Tidak ada satupun yang mungkin membantunya di sana. Ia bahkan tak mampu menatap
sekitar. Tempat ini bahkan lebih seram dari kamar mayat rumah sakit. Entah
mengapa juga , ia ingin Dodo ada di sini.
Bukan meneguhkan, tepatnya tak ingin tahu yang
sebenarnya. Terlalu takut hatinya akan habis hanya karena ini. Menyadari
kebodohan yang sepanjang hari menemaninya sungguh bukan tidak pahit. Hanya saja
ia sadar, menyesali-pun akan semakin sia-sia. Hatinya sakit seperti tergores
belati. Kantung matanya tak lagi kuat menahan bah yang melonjak ingin keluar. Key, don’t give your tear for damn!.
Kesya mengepalkan tangan dan menggertakan gigi. Ia memutar badan. Menapakkan
kaki walau langkahnya gontai dan berjalan beberapa langkah.
Kesya berhenti. PLLAAKK. Ia tak ingin dilihat sebagai
cewek yang tak punya harga diri. Ia kembali ke belakang dan menadaratkan fivetosse dengan keras ke wajah cowok
yang selalu membayanginya setiap malam dalam mimpi indah itu. Oke, see you, if you’ve chance to look at my
face again, you don’t luck!. Kesya dengan mantap melangkah keluar. Good
bye, Alv!!.
Kesya tidur dengan nyenyak. Ia tak merasa harus
dihantui oleh seorang Alvin lagi. Walaupun sakit hatinya tak sebanding jika
dibayar dengan fivetosse semalam.
Sudahlah, everything gonna be allright.
Ini hanya mimpi buruk, setelah bangun, semua akan kembali seperti biasa.
Hidupnya, tawanya, cerianya, dan dunianya. Ia tak perlu repot-repot bersikap
dan menahan detakan jantung hati yang menyeruak keluar saat dibanjiri dengan
kata-kata manis. Kata-kata kosong.
“hey,
gimana? better?”
Kesya memberikan senyum termanisnya pada Ella. Ella
memegang pundaknya. Seolah mentransfer energi baru yang membuatnya bersemangat
kembali. Ini dia charger Kesya.
Sahabat yang selalu memberikan dukungan, bukan rayuan. Yang tak pernah menyayat
hati apalagi membohongi. Hidup yang bagaimana lagi yang paling indah kalau
bukan begini.
“absolutely El.”
“iya
lah, masih banyak cowok yang cute di
luar sana kali”
“tenang,
JB masih setia nungguin gue kok”
“Eh,
enak aja, JB mah punya gue, hahah... by
the way, kok gue gak liat si Dodo, Key..”
Iya, Ella bener juga. Dasar anak itu. Seminggu ini
Dodo menghilang entah kemana. Awas kalo
sampe ketemu. Tak bejek-bejek sampe jadi bubur sumsum koe. Kemana dia saat
sahabatnya ini benar-benar membutuhkannya. Kesya baru menyadari belakangan ini
Dodo menghilang. Dodo tak lagi menjemputnya dengan sepeda. Bahkan ia hanya
menemukan Dodo saat ada jam pelajaran di kelas. Itu-pun Kesya tak sempat
memperhatikan karena sibuk dengan sugesti ‘move
on’. Mungkin juga ada andil dirinya yang membuat Dodo hilang bak ditelan
bumi. Kesya merasa bersalah, mungkin.. atau.. merasa merindukannya.
“Key..”
“iya,
El.. gue juga gak tau Dodo kemana..”
“..
bukan, itu..”
“iya,
kayaknya juga memang salah gue deh, terlalu nyuekin dia..”
“itu..
itu.. Key..”
Ella bengong sejadi-jadinya membuat Kesya bingung
bukan kepalang. Kesya-pun menoleh. Sungguh bukan karena teriakan histeris
cewek-cewek di sekitar koridor yang mengejutkannya. Tetapi sosok cowok tinggi
yang berjalan dengan tangan di dalam kantong celana abu-abu itu. Bisa tampak
jelas di raut muka mereka, liur yang hampir menetes seolah menyambut kedatangan
Robert Pattinson. Sementara dalam
hati, Kesya juga hampir sama terkejutnya. Itu..
beneran.. Dodo? Beneran orang yang suka ngeboncengin gue pakek sepeda tiap
hari?.
Cowok itu duduk dibangku koridor, tepat di samping
Kesya. Senyumnya hangat. Tangannya yang lebar menyentuh kepala Kesya dan
mengacak-acak rambutnya pelan (ah, bukan mengacak-acak, itu namanya membelai).
“morning
Key..”
Apa? Morning?
Ini orang kesambet setan mana? Dandanannya juga, oh my god, are you sure? Where
the glasses?. Kesya hanya bengong
menatap cowok di sampingnya. Entah mengapa, Dodo jadi terlihat sedikit lebih...
cool.
“sorry Key, gue gak sempet ngasih tau
nyokap kalo gue motret sunrise lagi, jangan
marah dear..”
Well, ‘sorry’
it’s oke, but ‘nyokap’? Sejak kapan di panggil bunda-nya nyokap? dan ‘dear’?
oh, gonna fly away.. Sejak kapan juga Dodo bisa bahasa inggris. Nilai bahasa inggris yang selalu jeblok dan selalu
nyontek pas ada ujian, cukup meyakinkan Kesya kalo temannya yang satu ini gak
cocok tinggal sama bule. Atau
setidaknya bakal kesasar kalo mampir ke Kampung Inggris. Dan coba lihat
matanya, sejak kapan Dodo pakek lensakontak.
“gue
traktir makan pas istirahat ya, jangan ngambek dong..”
Ya ampun,
siapa juga yang betah ngambek lama-lama kalo lo kayak gini. Kesya mengangguk. Ia masih belum sepenuhnya sadar.
Dengan mudah ia memaafkan sosok yang dianggapnya Dodo ini. Biasanya butuh waktu
berjam-jam, atau setidaknya sampai Dodo mengambil gitar dan menyanyikan lagu
kesukaannya untuk meminta maaf pada Kesya.
Kesya melamun sambil berpangkur tangan, menatap sosok
Dodo yang terlihat... bukan Dodo. Ella yang berceloteh panjang lebar
disebelahnya-pun sama sekali tak digubris. Tiba-tiba saja panjangan Kesya dan
Dodo bertemu untuk beberapa detik. Di balas dengan senyum hangat dari Dodo yang
membuat jantung Kesya.. deg.. deg.. deg..
Cepat-cepat Kesya memalingkan muka. Ohmygod,
apa ini?? pekik Kesya dalam hati.
“jadi
makan kan? gue udah laper nih..”
Tanpa ba-bi-bu,
Dodo menarik tangan Kesyia menuju kantin. Sepanjang jalan, tak sedetik-pun Dodo
melepaskan genggaman tangannya. Membuat semua mata lagi-lagi memandang iri pada
Keysa. Pakek pelet apa sih?
Selentingan yang kadang membuat hatinya dongkol bukan main.
Mereka memesan dua mangkok bakso super ditambah ekstra
pentol daging buat Dodo dan sebuah jus jeruk untuk Kesya. Kesya bergidik. Ini
baru asli si Dodo. Makannya banyak, gak perduli kalo malu-maluin temennya di
depan orang rame. Kesya terpekur melihat napsu makan Dodo sama sekali gak
berubah. Membuat Kesya.. lega. Dodo telah kembali, yaa walaupun dengan rupa
yang agak-agak berbeda.
“lo
gak makan? atau mau gue suapin?”
“lo
kena busung lapar?
Timpal Kesya, tak bermaksud menjawab pertanyaan. Dodo
hanya tertawa sambil mengacak-acak rambut Keysa, halus. Sejak kapan dia jadi suka megang rambut gue, setahu gue dia paling
sebel liat rambut gue terurai, gak rapi laah, kusut laah, ketombean laah.
Atau.. gara-gara kemarin gue pakek sampo mama, jadi rambut gue wangi. Benak
Keysa berpikir keras.
Jjreeeng, siapa
ini? dateng-dateng pakek senyum-senyum segala. Ohmygod, lentik banget tuh bulu mata, dan liat bibirnya, merah, kepedesan neng? Kesya geleng-geleng
kepala. Hal yang akan menjadi kebiasaan baru mereka sepertinya. Maklum,
semenjak Dodo tiba-tiba menjadi primadona baru sekolah, sepertinya sang
primadona lama –Yang Namanya Tidak Boleh Disebut Lagi- mendadak kalah pamor.
“mm.. Ica suka sama kakak..”
Dodo tersenyum melihat satu lagi adik kelas yang
tergila-gila padanya, sama seperti kemarin, masih dengan membawa mawar merah,
sekotak cokelat, dan muka malu-malu. Ia hanya menyeruput jus jeruk di depan
mata dengan sedotan. Dilihatnya wajah Kesya mulai mengekrut dan mengalihkan
pandangan. Karena tak tega, akhirnya Dodo membalas senyum fans barunya tadi.
“maaf
ya, hati kakak cuma ada satu, dan itu udah kakak kasih sama sesorang..”
“lebih
cantik dari aku ya kak? siapa..”
Adik kelas manis itu tampak tak terima karena sudah
ada orang lain di hari Dodo. Pertanyaan datang bak serangan anak panah yang
dilesatkan dengan tajam. Dodo kembali menyeruput jus jeruknya, eh jus jeruk Kesya maksudnya. Adik manis
itu masih penuh harap. Begitupula Kesya yang dibuat penasaran. Tiba-tiba Dodo
memandang wajahnya dengan lembut, senyum manis terlontar di bibirnya. Kesya
hampir tersedak.
Adik manis itu seolah mengerti kode yang diberikan
Dodo. Dengan muka ditekuk seribu ia turut memandang wajah Kesya, tak lupa
dengan menambahi sedikit aksen pelototan. Kesya memalingkan muka kembali. Ia
merasa singkuh dengan tatapan kedua orang itu. Hey, ada apa dengan orang-orang ini?. Yang satu hangat bak sentuhan
mentari, yang satu lagi dingin bak salju kutub utara. Ia pura-pura tidak
merasakan apa yang terjadi barusan sampai adik kutub (julukan yang tiba-tiba
saja muncul) itu menjauh.
Untunglah, tak lama adik kutub pergi setelah
mengibarkan bendera perang pada Kesya. Mungkin kenyataan tak sesuai harapannya
(itu karena terlalu banyak nonton film Princess
Disney). Apa yang akan terjadi jika Kesya ikut-ikutan membalas tatapan
sakit hati tadi? Tentu PD III. Sekali lagi, jangan pernah meremehkan kekuatan
adik yang sedang patah hati. The Power of
Girl, karang sekali-pun bisa hancur menjadi debu. Kesya hanya mengelus dada
dan lega karena adik kutub itu tak sampai mendebukannya.
Dodo terpingkal kecil. Suasana semakin canggung saat Dodo berhenti tertawa.
“kenapa
coklatnya gak lo ambil? kan lumayan..”
Kesya mencoba mengembalikan suasana. Walaupun
sebenarnya ia juga masih terjepit di ruang super kekikukan. Dodo malah
senyum-senyum. Kesya mengrenyitkan dahi tanda semakin tak mengerti. Sementara
senyum Dodo terus mengganggunya. Hal-hal yang sekarang membuat Kesya selalu
canggung, tak hanya senyum, bahkan saat Dodo memegang tangannya, dan merangkul
bahunya. Semua rasa berubah dari tak ada apa-apa menjadi ada apa-apa. Dari
melati menjadi mawar.
“yakin
gak cemburu?”
Pertanyaan yang sedikit tapi tepat sasaran. Dengan
suara lirih mampu menyobek benteng hati Kesya yang selama ini tak berani
dibuka. Sementara Kesya, hanya berusaha menambal bagian bentengnya yang sobek
itu.
“ng..
gak, siapa yang cemburu?! apaan juga..”
“ya
udah, aku panggil orangnya lagi nih..”
“ehh
jangaaan!!”
“jadi,
mau ngaku?”
“maksud
gue.. kita udah mau masuk, ntar Buk Asih ngomel, yuk cabut..”
Bukannya Kesya punya indera keenam. Tapi memang selang
beberapa detik mereka duduk di bangku, Bu Asih tiba dengan membawa setumpuk LKS
kosong yang merengek minta diisi. Huft, untung kali ini Kesya punya kegiatan
alternatif selain mati kikuk bersama Dodo. Apalagi Dodo tidak membiarkannya
duduk tenang sendiri.
Perasaan apa
ini? Kenapa rasanya seperti makan balok es yang baru di impor dari kutub utara.
Please God, save me today. Bagaimana
mungkin ia bisa mengerjakan soal-soal Kimia ini dengan sukses kalo aroma tubuh
Dodo saja memenuhi kepalanya. Dia baru ganti
parfum ya?.
“lo
baru ganti parfum ya?”
Ya Tuhan. Ada
apa dengan mulut gue. Kenapa mesti jujur banget.
“oh,
gak enak ya? ya udah, besok gue ganti deh..”
“ehh
gak usah, baunya enak kok..”
Aduh. Kenapa ‘baunya
enak’ sih, kenapa harus ‘enak’, itu kan bukan kue pie. Dodo hanya tersenyum dan tangan jahilnya muncul.
Dicubitny pipi Kesya. Kesya memejamkan mata. Bukan karena sakit tentunya. Tapi
karena malu. Ia tak mau melihat air muka Dodo saat tahu pipinya memerah karena
sentuhannya tadi itu.
“pulang
bareng kan, biasa..”
“i..
iya..”
Kok
deg-degan gini? padahal memang udah biasa kan pergi-pulang bareng sama Dodo.
Gue bisa gila kalo lama-lama begini terus. Pikiran tak karuan melintas di
kepala Kesya. Dodo sukses besar membuatnya.. salah tingkah. Entah mengapa
ajakan pulang bareng kali ini membuat Kesya, pergi ke toilet, merapikan
seragamnya, menyisir rambutnya, dan menyemprotkan parfum sedikit ke seragam
putih abu-abunya.
Kesya mencoba tersenyum tenang, agar tak payah
memperlihatkan kegrogiannya kepada
Dodo. Langkahnya terhenti di depan kotak sampah sebelah tangga. Kotak hitam
tepat di samping tempat pembuangan itu tak terasa asing di mata Kesya. Kotak
itu seperti hendak dibuang pemiliknya. Mungkin karena arah lemparannya kurang
tepat, kotak itu kurang mendarat mulus di kotak sampah dan terlempar keluar.
Kotak yang sering di jumpai waktu ia pergi kemana-mana, kotak milik.... sahabatnya.
Kesya memungut dan memasukkannya ke dalam tas.
Itu dia Dodo. Tapi, mana sepedanya? Kesya celingak-celinguk melihat ke kanan dan ke
kiri. Yang di dapat hanya seorang Orlando Prasetya sedang bersandar di depan
pintu jaguar hitam. Perlahan Kesya
mendekat. Disambut dengan lambaian tangan Dodo dan sebuah senyuman hangat.
“lo
bawa mobil do?”
Dodo tak menjawab, hanya melemparkan senyum pada
Kesya. Dibukakannya pintu depan mobil, tepat disamping kirinya. Kesya juga
masuk walaupun dengan tampang ragu-ragu. Ia bahkan tak habis pikir. Apa yang
terjadi pada Dodo. Oke, kalau masalah
gaya atau penampilan, itu bisa diatur, tapi ini. Sungguh ini bukan Dodo.
Kecelakaan mobil enam tahun lalu yang membuat Dodo
yang ia kenal selama ini, tak pernah berurusan dengan benda itu. Jangankan
mengemudi, duduk di dalam jok mobil yang empuk sekalipun, Dodo tak akan mau
belama-lama. Luka yang mungkin akan terus membekas. Kehilangan sesorang teramat
dikasihi tentunya menimbulkan trauma tersendiri padanya. Ayah, yang harusnya
menjadi tumpahan dan sandaran teladan, kini hanya bersisa memori.
Ingat betul di dalam benak Kesya, bagaimana kebiasaan
Dodo itu. Itulah kenapa dengan setia ia menemani Dodo naik sepeda tiap hari.
Agar Dodo tak bersusah payah keluar dari memori itu. Kesya tahu ada saatnya ia
akan menerima dengan ikhlas kepergian Ayah dan meninggalkan seluruh kenangan
gelap tentang semua itu. Tapi Kesya yakin, hari itu bukan sekarang.
Kesya menatap Dodo ragu, Dodo tak bergeming.
Ditatapnya setir mobil itu, sempat berhenti sebentar, lalu memasukkan persneling. Kesya tak berpaling, tak
berkedip, tak percaya menatap Dodo yang ada ada di sebelahnya. Siapa lo? mana Dodo? Rasanya Kesya ingin
berteriak kepada orang yang berada di belakang stir mobil ini.
Jaguar hitam ini terus melaju. Kesya tak berhenti mengamati.
Dilihatnya Dodo mencoba tetap tenang walapun bisa terlihat jelas air mukanya
pucat pasih dan keringat dingin turun perlahan dari atas keningnya. Kesya
melihat tangan Dodo bergetar. Tak satupun suara keluar dari mulut Dodo sejak ia
mengantar Kesya masuk ke dalam mobil. Kesya sudah tidak tahan.
“STOP!!”
Kesya melepaskan seatbelt
dengan air yang mulai menitik di pipinya. Membuka pintu mobil setelah Dodo
menarik rem mobilnya. Dodo sama sekali tak bergeming turun dari mobil itu.
Seolah tubuhnya terpaku. Kesya memutari mobil dan membuka pintu kemudi, di
lepaskannya seatbelt Dodo. ditariknya
Dodo keluar dari mobil itu. Dari memori yang entah sampai kapan akan merasuki
Dodo.
“apa
yang mau lo buktiin ke gue? apaa??”
Dodo masih tak bergeming dengan teriakan Kesya.
Pandangannya kosong. Tubuhnya terlihat lemas. Satu-satunya adalah badan mobil
yang menyangga tubuhnya agar tetap berdiri tegak.
“lo
nyakitin diri lo sendiri Do, kenapa lo harus bohongin diri lo sendiri?
Dodo menunduk, pipinya mulai basah dengan titikan air
mata. Di sambut dengan isakan tangis Kesya. Keduanya sama-sama larut dalam
kesedihan. Entah apa yang merasukinya. Memori lampau yang mengaduk-aduk
perasaan mereka. Pengingkaran Dodo hari-hari terkahir ini. Menjadi Dodo yang
bukan Dodo. Kesya tahu, ini bukan hal yang diinginkannya. Kesya mengerti karena
ia sahabatnya.
“gue
sahabat lo.. you can tell any lies to the word, but you can’t do the same to
me”
Kesya melingkarkan tangannya melewati punggung Dodo.
Membiarkan Dodo untuk membagi isi hatinya pada Kesya. Mendekap hangat
sahabatnya satu ini. Dodo semakin terbenam, mencium harum tubuh Kesya.
Diraihnya gadis itu dan direngkuhnya erat.
Pengakuan Dodo. Cemburu melihat Kesya bersama Alvin.
Tak ingin Kesya di sakiti. Ingin menjadi pangeran impian bagi Kesya. Ingin
medapatkan hati Kesya. Ingin selalu bersama Kesya. Cowok itu.. teramat
menyayangi Kesya-nya. Hanya itu, membutakan segalanya.
Kedua sahabat yang pernah sama-sama buta. Tak peka
akan ketulusan dan kasih sayang. Padahal keduanya memiliki. Berteriak pada
dunia bahwa mereka bahagia, tapi tak tau dadanya terluka. Berteriak pada dunia
mereka memilki, tapi tak tau keduanya diselimuti sepi. Sama-sama ingkar pada
dunia luar. Berjalan sendiri menuju laut mati, tak sadar teman sejati ada di
dekat diri.
Kesya menarik pipi Dodo, memasangkan pose smile pada bibirnya. Berterima kasih
pada pengakuan Dodo yang hampir membuatnya jengah. Huuft, akhirnya semua orang akan tiba pada masa-masa ini kan? Kesya
menggandeng tangan Dodi menuju bebatuan di taman perlintasan kota.
Kesya membalikkan badan. Menengadahkan kepala, menatap
langit biru yang tampak kelabu tua karena bulan hanya muncul ditemani satu
bintang saja. Dari samping, Dodo menatapnya lekat. Pegangan tangannya terlepas.
Ia berharap ini bukan pertanda buruk. Kesya masih terpesona pada langit malam
ini. Matanya menerawang jauh menembus jendela bumi. Dodo hampir patah arang
karena sampai beberapa saat Kesya tak kunjung mengeluarkan kata.
Dodo terkejut. Kesya mengeluarkan kotak hitam dan
menyodorkan tepat di depan matanya. Dodo bahkan tak bisa menebak air muka Kesya
saat itu. Tangannya terulur dan membuka tutup kotak. Matanya berkaca-kaca saat
memandang isi kotak itu. Dilihatnya senyum pada wajah Kesya.
“gue
memang bodoh..”
Dodo mengalihkan pandangan menatap manik bola mata
Kesya dari samping. Kesya masih tak bergeming. Menatap langit yang sepi dan
berawan. Mereka terdiam sesaat, sibuk pada pikiran masing-masing. Tapi mulut
Kesya bergetar lebih cepat.
“terlalu
bodoh untuk melepaskan seorang Orlando... tapi...”
Kesya tercekat, entah kenapa rasa ini begitu berbeda
saat ia sejenak sadar.
“gue
bakal jadi orang paling bodoh sedunia kalo gue ngelepasin Dodo.. lo gak perlu
jadi siapa-siapa buat gue, just be your
self and make me fallin to you as yours..”
Walaupun tubuhnya bergetar, Kesya tetap tersenyum.
Memiringkan badannya menghadap Dodo meskipun orang itu masih tidak sadar. Kesya
memasang senyum paling manis. Ia menyentuh tangan Dodo dengan lembut dan meraih
kacamata hitam miliknya. Ia sangkutkan kaki kacamata itu pada sela telinga
Dodo. Dodo mendongak. Kesya justru mengacak-acak rambutnya.
Bulan tak butuh cahaya. Ia memiliki banyak cahaya. Ia
hanya perlu sebuah untuk menemaninya menghabiskan malam. Itu dia, bintang itu,
hanya satu. Menjadi saksi bisu yang berkilauan. Cinta tak perlu menjadi
berbeda. Cinta juga kadang datang setelah berderai air mata. Tapi cinta tak
berubah. Cinta ya cuma cinta, tanpa embel-embel ‘mengerti dia’. Namun, satu
cinta yang bermakna, saat kita mengisi kekosongan yang ada, walau hanya dengan
sebuah kotak kacamata.
Yaa, di dunia ini akan selalu ada persahabatan yang
tidak sempurna. Diantara rasa terpendam tak ingin melepaskan. Diantara setitik
kecemburuan dan kekecewaan. Mungkin sudah hukum alam, gak ada seorang-pun cewek dan cowok di dunia ini yang benar-benar
bersahabat. Hukum ini mungkin juga berlaku bagi Kesya dan Dodo.
Dodo tersenyum senang kali ini. Anggukan kepala yang
pelan tapi tegas. Kesya kembali menatap langit kelabu malam itu, diikuti pula
oleh Dodo. Tangan hangatnya didekapkan ke jari jemari Kesya. Kesya tak
melepaskannya, justru menggenggamnya semakin erat. Mereka tak perlu mengucap
janji untuk memulai suatu tali. Cukup satu sentuhan lembut dan kerlingan mata
yang penuh makna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar