Check this !!

Senin, 07 Juli 2014

TAKE ME HOME



Kesya kembali menyekah dahinya dengan punggung tangan. Kakinya sinkron mengayuh pedal sepeda dengan masih berbalut seragam sekolah. Cuaca sangat terik seperti saat di padang pasir Yordania tempat Transformer syuting adegan film. Diliriknya jam tangan oranye yang nyentrik di pergelangan tangan. Pukul 06.45 (nampaknya bukan “terik” istilah yang tepat untuk menggambarkan pagi itu, mungkin Kesya terlalu melebih-lebihkan untuk nyebut istilah “cerah”). Terduduk pula di bangku teras koridor bawah setelah memarkirkan sepedanya.
“water?”
Sosok yang kini memang memenuhi ruang otak Kesya tiba-tiba muncul menyodorkan sebotol air mineral. Dengan berbunga-bunga Kesya menerima botol air minum itu.
“thanks, Alv”
“tumben gak bareng si doodle
“maksudnya Dodo?”
“mm..”
“ada urusan kali”
“kenapa gak sms gue? kan gue bisa jemput”
“mm.. makasih, next time deh”
Alvin melambaikan tangan ke arah Kesya. Kesya membalas lambaikan tangan itu. Masih dengan hati yang berbunga-bunga. Siapa yang gak nge-fly coba. Pagi-pagi udah di sambut sama pangeran tampan dari kerajaan Handsomnimious. Pakek acara di kasih air minum lagi. Oke, ini mungkin bukan yang pertama. Sudah dari seminggu yang lalu Kapten Tim Futsal sekolahnya itu memberikan perhatian lebih pada Kesya. Ekhem, pedekate gitu.
“Key, lo tau kan sunrise itu bagus banget pas pagi-pagi kayak gini.. jadi..”
Seseorang menepuk bahu Kesya. Cowok dengan mata tetap fokus memegang kamera DSLR miliknya. Ini dia. Sosok yang wajib dikasih tatapan dingin. Nyaris membuatnya telat dan digantung di tiang bendera lapangan upacara. Dasar!. Siapa juga yang pagi-pagi mau di kasih sarapan alesan. Yang ada itu sarapan roti, bubur ayam, atau nasi goreng. Emang kalo makan alesan bisa kenyang. Alesan lo juga gak bakal buat keringet gue masuk lagi ke pori-pori. Kata maaf-nya mana coba? Bikin tambah kesel aja. Kesya berlagak tak mendengar apa-pun. Ia membuka tutup botol air mineral dan meneguknya dengan cepat. Glek-glek-glek.
“Key, maaf.. maaf banget.. gue tadi gak sempet nitip pesen ke bunda kalo gue berangkat duluan”
Eh, ‘maaf’ lo telat. Kesya memutar tubuhnya. Bahkan tak menanggapi perkataan cowok dengan kalung kamera dan kaca mata tebal di sebelahnya. Ia malah melengos pergi tanpa mengucapkan sepatah kata-pun. Cowok di sebelahnya malah bergidik. Ini jelas bukan pertanda baik.
“Key.. Key.. Kesya.. maaaaf..”
Jeritan cowok itu mungkin bisa sampai ke ujung kulon, tapi Kesya tetap tak perduli. Dengan memasang muka jutek abis, ia meninggalkan Dodo dengan seribu kata maaf-nya. Siapa suruh lo ninggalin gue.
“ya ampun.. ngambek lagi kan.. mati gue..”
Dodo menepuk dahinya. Ia cuma bisa angkat tangan kalo Kesya sudah ngambek. Oke, ia perlu menyiapkan sesajen kalo penghuni gunung jutek itu sudah marah. Entah gitar dari mana yang sekarang dipegang Dodo. Tiba-tiba saja Dodo sudah duduk di bangku samping Kesya yang masih menekuk wajahnya. Tangan kirinya sudah siap di kunci gitar dan tangan kanannya menekuk siap memetik senar gitar.

When I see your face, there's not a thing that I would change
Cause you're amazing, just the way you are
And when you smile, the whole world stops and stares for awhile
Cause girl you're amazing
Just the way you are

-Bruno Mars: Just The Way You Are-

Senyum Kesya mengembang. Hal yang rutin dilakukan kalo Kesya ngambek ini, menjadi jurus jitu bagi Dodo. Dibalas dengan senyum konyol Dodo. Kesya memberikan jitakan keras di kepala Dodo. Dodo menyeringai mengelus kepalanya. Sakit, namun Dodo suka. Kebiasaan yang sering dilakukan kedua sahabat itu. Bahkan saat mereka pertama kali bertemu 10 tahun silam, hingga sekarang.
“suara lo jelek”
Ejek Kesya sambil mengeluarkan buku-buku pelajaran dari dalam tasnya. Dodo kembali tersenyum konyol. Di kembalikannya gitar yang ia pinjam –entah dari mana- sembari mengeluarkan buku dari dalam tasnya juga, mengikuti Kesya.
“ah masa? padahal kemarin Ahmad Dhani nawarin gue rekaman single baru”
Mereka berdua terbahak-bahak. Akhirnya, damai kembali. Frase yang simple tapi mampu dengan jelas menggambarkan suasana diantara mereka. Pertengkaran kecil ini sudah biasa. Berkali-kali. Malah sehari bisa sampe tiga kali, seperti minum obat. Kesya yang gak mau kalah dan Dodo yang selalu mengalah.
“awas-awas-awas.. gue mau duduk di samping Kesya”
Dasar Pipiyot, celetuk Dodo kepada Ella. Udah kayak bulldozer menggusur paksa Dodo dari sebelah Kesya. Suaranya cempreng kayak piring kaleng. Partner cocok buat Kesya yang sama-sama rempong.
“Cieee yang tadi pagi di sambut sama pangeran futsal primadona sekolah yang cetar membahana”
            Suara Ella menggelegar bak petir di tengah hujan. Ngapain harus duduk di samping Kesya kalo suaranya bisa terdenger sampe jarak radius 2 kilometer gini. Dodo mendengus kesal. Harus pakek majas metafora gitu ya? pangeran futsal primadona sekolah yang cetar membahana, cih. Kayaknya Princess Syahrini juga gak bakal rela titelnya dipakek buat tuh orang.
“lo harus siap-siap key, doi udah makin gencar pedekate sama lo, mungkin akhir minggu ini dia bakal nembak lo... omaigaaat, gue gak bisa bayangin ekspresi anak-anak kalo kalian beneran jadian”
“terus gue mesti gimana?”
“kok gimana sih key, come on, lo tuh ha...”
Huuh, nenek-nenek rumpi. Bisanya ngegunjingin orang aja. Timpal Dodo berulang kali. Kesal bukan main. Kedekatan Kesya dan Alvin menjadi trending topic tersendiri di sekolah ini. Siapa yang gak kenal Alvin dan siapa yang kenal Kesya. Kisah seorang pangeran tampan yang jatuh cinta pada gadis biasa. Kisah yang sedang ngehits di kalangan remaja masa kini.
Pangerannya Alvin, iya, seorang kapten Tim Futsal kebanggaan sekolah, cakep, kaya, atletis, terkenal, gak pinter-pinter banget sih, rada-rada belagu, tengil, agak songong, tapi masih banyak aja yang kejebak sama tipu muslihatnya. Kenapa gak ada satu-pun anak di sekolahan ini yang bisa ngeliat dengan jernih sih. Dodo jelas gak suka sama tingkahnya sejak pertama kali kenal dia. Waktu ketemu dia lagi jalan sama temen ceweknya di mall, selang dua menit setelah temennya pergi, udah main ngegandeng temen cewek lain aja. Istilah yang tepat untuk menggambarkannya adalah playboy.
Dan tebak siapa gadis biasa yang beruntung itu. Congartulations Kesya! Seorang anggota klub renang sekolah biasa, gak terlalu cakep kayak duta sekolah, hidupnya juga biasa-biasa aja, gak terkenal, gak banyak orang yang tahu bahwa ada anak bernama Kesya tinggal di sekolah ini, pinter yaa relatif kadang masih aja suka nyontek PR fisika, matematika, dan kimia. Baik sih, anaknya juga rendah hati, simpati sama temennya. Kalo dilihat-lihat lagi, nih anak lumayan cute, senyumnya manis, tulus, ceria walaupun suka ngembek gak jelas. Dodo tersenyum membayangkan gadis itu, tak lama kemudian ia menggelang, mencoba menyadarkan pikirannya yang mulai ngelantur. Dipalingkan wajahnya kembali ke arah Kesya, muka Dodo bersemu merah. Hal yang sering terjadi akhir-akhir ini.
Istirahat ini Dodo harus menghadiri rapat klub fotografi di ruang ektrakulikuler sekolah. Kembali dengan mengalungkan kamersa DSLR Nikon hitam kesayangannya, matanya tak fokus pada jalan. Sibuk melihat-lihat hasil jepretan yang tadi pagi diambilnya. Demi jepretan sunrise yang membuat Kesya tadi pagi ngambek. Dodo tersenyum aneh lagi.
“apalagi.. selain body-nya tuh cewek yang paling hot diantara cewek klub renang lain..”
Suara dari ruang ganti klub Futsal, terdengar segerombolan pemain futsal sedang berbincang riang. Dodo sedikit mendongak ke arah jendela untuk bisa mendengar dengan jelas suara yang tak asing lagi ditelinganya itu. Tak perlu waktu lama untuk menangkap inti percakapan mereka. Shit!! Umpat Dodo dalam hati. Dengan wajah kesal setengah mati ia meninggalkan ruangan itu.
Setengah jam Dodo terdiam di samping Kesya setelah meminta cewek itu menemuinya di kantin sekolah. Kesya berulang kali meminta Dodo bicara, hasilnya nihil. Dodo tak bergeming. Jus jeruk yang dipesannya tak berkurang setetes-pun.
Kesya melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Dodo. Apakah gerangan yang membuat sahabatnya ini tiba-tiba menelpon dan memintanya kemari. Pasti sesuatu yang urgent. Tak biasanya Dodo seperti ini. Hampir dibuatnya kesal setengah mati. Dari setengah jam lalu Dodo tak kunjung mengatakan sesuatu. Perkataan Kesya-pun tak digubrisnya.
“jauhin Alvin, key!”
Entah harus senang atau terkejut mendengar kata itu. Kata pertama yang Kesya tunggu-tunggu dari mulut Dodo seketika keluar tanpa embel-embel atau basa-basi. Perlu beberapa detik untuk Kesya bisa mencerna kata yang barusan keluar dari Dodo. Kesya menggeleng-gelengkan kepala.
“lo bilang urgent sampe lo nelpon gue.. lo diemin gue setengah jam.. terus lo cuma mau ngomong gitu?”
“jauhin Alvin key, dia cowok gak bener, gue gak mau sesuatu yang buruk terjadi sama lo”
Pernyataan Dodo yang terucap sama sekali tak menjawab pertanyaan Kesya. Kesya seolah tak percaya, memegangi kepalanya dengan frustasi. What’s wrong with you? Ada apa sih antara lo sama Alvin? Kenapa lo benci banget sama Alvin? Lo emang gak mau liat gue bahagia ya? Pertanyaan yang ingin diterikkan oleh Kesya. Namun Kesya hanya diam.
“gue bilang jauhin Alvin!!”
“stop do!! gue gak mau denger apa-apa lagi..”
“kenapa sih sekarang lo gak percaya sama gue key?”
“apasih.. lo terlalu kekanak-kanakan tau gak”
“lo berubah sejak lo kenal Alvin!!”
“cukup!! gak usah bawa-bawa Alvin lagi”
“Alvin itu cowok brengsek key, dia cuma mainin lo, dia gak serius sama lo”
“sekali lagi lo ngomongin alvin.. lo bukan sahabat gue lagi!! gue benci sama lo do!!”
            Kesya melangkah pergi setelah melayangkan tatapan dingin pada Dodo. Diikuti kalimat yang membuat hati Dodo -entah mengapa- terasa pedih. Dodo hanya terdiam. Ia tulus, tak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada Kesya. Tapi sepertinya Kesya sudah benar-benar dibutakan oleh Alvin. Ini mungkin menjadi pertengkaran terbesar dalam hidup mereka.
Seminggu Kesya dan Dodo sama sekali gak bicara. Miss communication. Semenjak kejadian di kantin, Dodo gak pernah “mengganggu” Kesya lagi. Dodo selalu menghindar. Melenyapkan sekecil apapun kemungkinan untuk bisa bertemu Kesya. Kalaupun mendesak ada tugas yang perlu dikerjakan bersama, Dodo hanya menjawab, ya atau tidak, sudah atau belum. Kata-kata yang membuat Kesya kesal setengah mati. Dodo kenapa sih? sariawan? sakit tenggorokan? harusnya kan gue yang marah sama dia, kok sekarang malah dia yang ngediemin gue sih. Ngeselin!!
Hal yang berbanding terbalik dengan Alvin. Benar kata Ella, Alvin semakin gencar melancarkan aksi pedekate-nya pada Kesya. Membuat Kesya semakin berbunga-bunga. Lambat laun, Alvin membuat Kesya semakin.... melupakan Dodo.
Nanti malam, hal spesial mungkin akan terjadi. Hal yang selalu digunjingkannya bersama Ella. Tepat pukul 7, Alvin menjemputnya. Lengkap dengan setelah ngedate lengkap, plus sebuket mawar merah yang semerbak wanginya. Lebih dari dua jam Kesya berdandan untuk menyaingi penampilan Alvin malam ini. Make up natural dan dress warna nude selutut, memperlihatkan lekuk tubuhnya yang memang indah. Rasanya malam ini hanya milik mereka berdua.
Limabelas menit, mereka tiba di sebuah resto ternama. Dari parkiran terlihat jelas lambaian cahya lampion indah nan romantis diikuti dekorasi mewah yang membuat tempat ini positif tergolong highclass. Resto yang belum pernah dikunjunginya bersama Dodo. Oh iya, Dodo. Apa kabarnya sekarang. Kalau saja mereka tidak sedang perang dingin. Ponselnya akan penuh dengan runtutan sms Kesya tentang keadaan malam ini di resto bersama Alvin.
Makan malam ini semakin indah. Alvin pandai membuat hati Kesya melayang-layang. Saat ini, Kesya merasa menjadi gadis paling beruntung di dunia. Alvin mengajaknya berdansa di tengah ballroom resto yang sengaja disulap menjadi lantai dansa. Diikuti alunan musik klasik yang apik, susana latar yang benar-benar bak di negeri dongeng, Alvin sukses besar. It’s a beautiful night, right?
“gue suka sama lo, lo mau kan jadi cewek gue”
Bisikan Alvin di telinga Kesya membuat jantung Kesya berdegup tak karuan. Ingin rasanya ia berteriak sampai semua orang tahu. Alvin, sang pangeran tampan, akhirnya, malam ini dengan semua kejutan yang ia berikan, absolutely yes i’m, ingin buru-buru Kesya teriakkan. Namun hasilnya, Kesya hanya mengangguk dengan senyum sumringah.
Alvin tak mengantarnya langsung pulang ke rumah. Walau-pun Kesya bilang ini sudah lewat jam malamnya. Sekali lagi Alvin berhasil meyakinkan Kesya, mengajaknya mengunjungi suatu tempat. Kali ini tempat yang lumayan ramai. Mereka juga disambut dengan lambaian cahaya, bukan lampion, seperti lampu berwarna-warni dengan kilatan yang cepat. Pengunjung tampak hilir-mudik. Ini... diskotik.
Lebih dari satu jam Kesya duduk di kursi tinggi dekat penjaga bar menemani Alvin yang kelihatan sumringah. Bau alkohol dan asap rokok membuat Kesya tidak betah berada lama-lama berada disitu. Sudah berulang kali Kesya mengajak Alvin pulang. Alvin sama sekali tak menggubris. Pura-pura tidak mendengar. Kesya hanya mendesah, dan berjalan menuju toilet, satu-satunya tempat yang bebas dari hingar-bingar lampu malam.
Sekembalinya dari toilet, tampat Alvin sedang bercengkrama dengan beberapa temannya. Mungkin sudah tidak asing lagi. Kesya pernah melihat mereka dalam sepermainan futsal. Ya Tuhan, apa ini. Apa mereka gak takut kalo sampe ketangkep kepsek, diadili, dan dikeluarkan dari sekolah gara-gara main ke klub malam kayak gini.
fix.. kalian jadi babu gue selama sebulan, hahaha”
Samar-samar terdengar suara Alvin mendikte teman-temannya dengan tampang diktator yang menang perang. Teman-temannya tergelak tawa bersama mendengar celotehan Alvin. Kesya berjalan mendekat untuk mendengar dengan jelas percakapan mereka.
“terus mau lo apain? sayang kan kalo cuma buat taruhan.. gue juga mau walau cuma bekasan hahaha”
“lo liat aja, malem ini gue akan buat dia ga bakal bertekuk lutut sama gue”
“Kesya.. Kesya.. manis sih orangnya, cuma buat bahan mainan lo doang Alv, hahaha”
“jangan panggil gue Alvin kalo gue dak bisa dapetin semua yang gue mau, man
Kesya masih mematung mendengar gelak tawa Alvin dan kroco-kroconya. Masih tak percaya apa yang baru saja di dengarnya. Sampai salah satu kacung Alvin menyadari dan menyikut lengannya. Alvin menoleh. Air mukanya berubah, seolah tak terjadi apa-apa. Berusaha merangkul Kesya.
Kesya muak. Ditepisnya rangkulan itu. Alvin-pun berdiri. Dengan muka tanpa dosa ia bersedekap, melipat tangan di depan dada dan memasang tampang yang... menjijikan buat Kesya. Menyadari Kesya mendengar semua yang mereka katakan. Tak berperasaan, dengan santainya ia menghadapi cewek yang hampir mati berdiri saking syoknya ini.
“jadi.. semua ini..”
“gue gak pernah ngomong ‘gak’ untuk tuduhan lo kan..”
“....well..”
“lo cuma taruhan yang..”
enough!!
Kesya mengacungkan telapak tangannya tepat di depan muka Alvin. Ia tak ingin menghabiskan sisa serpihan hatinya untuk cowok yang selama ini dianggapnya sebagai malaikat. Come on Kesya, it doesn’t matter!. Kesya berusaha meneguhkan dirinya sendiri. Tidak ada satupun yang mungkin membantunya di sana. Ia bahkan tak mampu menatap sekitar. Tempat ini bahkan lebih seram dari kamar mayat rumah sakit. Entah mengapa juga , ia ingin Dodo ada di sini.
Bukan meneguhkan, tepatnya tak ingin tahu yang sebenarnya. Terlalu takut hatinya akan habis hanya karena ini. Menyadari kebodohan yang sepanjang hari menemaninya sungguh bukan tidak pahit. Hanya saja ia sadar, menyesali-pun akan semakin sia-sia. Hatinya sakit seperti tergores belati. Kantung matanya tak lagi kuat menahan bah yang melonjak ingin keluar. Key, don’t give your tear for damn!. Kesya mengepalkan tangan dan menggertakan gigi. Ia memutar badan. Menapakkan kaki walau langkahnya gontai dan berjalan beberapa langkah.
Kesya berhenti. PLLAAKK. Ia tak ingin dilihat sebagai cewek yang tak punya harga diri. Ia kembali ke belakang dan menadaratkan fivetosse dengan keras ke wajah cowok yang selalu membayanginya setiap malam dalam mimpi indah itu. Oke, see you, if you’ve chance to look at my face again, you don’t luck!. Kesya dengan mantap melangkah keluar. Good bye, Alv!!.
Kesya tidur dengan nyenyak. Ia tak merasa harus dihantui oleh seorang Alvin lagi. Walaupun sakit hatinya tak sebanding jika dibayar dengan fivetosse semalam. Sudahlah, everything gonna be allright. Ini hanya mimpi buruk, setelah bangun, semua akan kembali seperti biasa. Hidupnya, tawanya, cerianya, dan dunianya. Ia tak perlu repot-repot bersikap dan menahan detakan jantung hati yang menyeruak keluar saat dibanjiri dengan kata-kata manis. Kata-kata kosong.
“hey, gimana? better?”
Kesya memberikan senyum termanisnya pada Ella. Ella memegang pundaknya. Seolah mentransfer energi baru yang membuatnya bersemangat kembali. Ini dia charger Kesya. Sahabat yang selalu memberikan dukungan, bukan rayuan. Yang tak pernah menyayat hati apalagi membohongi. Hidup yang bagaimana lagi yang paling indah kalau bukan begini.
absolutely El.”
“iya lah, masih banyak cowok yang cute di luar sana kali”
“tenang, JB masih setia nungguin gue kok”
“Eh, enak aja, JB mah punya gue, hahah... by the way, kok gue gak liat si Dodo, Key..”
Iya, Ella bener juga. Dasar anak itu. Seminggu ini Dodo menghilang entah kemana. Awas kalo sampe ketemu. Tak bejek-bejek sampe jadi bubur sumsum koe. Kemana dia saat sahabatnya ini benar-benar membutuhkannya. Kesya baru menyadari belakangan ini Dodo menghilang. Dodo tak lagi menjemputnya dengan sepeda. Bahkan ia hanya menemukan Dodo saat ada jam pelajaran di kelas. Itu-pun Kesya tak sempat memperhatikan karena sibuk dengan sugesti ‘move on’. Mungkin juga ada andil dirinya yang membuat Dodo hilang bak ditelan bumi. Kesya merasa bersalah, mungkin.. atau.. merasa merindukannya.
“Key..”
“iya, El.. gue juga gak tau Dodo kemana..”
“.. bukan, itu..”
“iya, kayaknya juga memang salah gue deh, terlalu nyuekin dia..”
“itu.. itu.. Key..”
Ella bengong sejadi-jadinya membuat Kesya bingung bukan kepalang. Kesya-pun menoleh. Sungguh bukan karena teriakan histeris cewek-cewek di sekitar koridor yang mengejutkannya. Tetapi sosok cowok tinggi yang berjalan dengan tangan di dalam kantong celana abu-abu itu. Bisa tampak jelas di raut muka mereka, liur yang hampir menetes seolah menyambut kedatangan Robert Pattinson. Sementara dalam hati, Kesya juga hampir sama terkejutnya. Itu.. beneran.. Dodo? Beneran orang yang suka ngeboncengin gue pakek sepeda tiap hari?.
Cowok itu duduk dibangku koridor, tepat di samping Kesya. Senyumnya hangat. Tangannya yang lebar menyentuh kepala Kesya dan mengacak-acak rambutnya pelan (ah, bukan mengacak-acak, itu namanya membelai).
“morning Key..”
Apa? Morning? Ini orang kesambet setan mana? Dandanannya juga, oh my god, are you sure? Where the glasses?. Kesya hanya bengong menatap cowok di sampingnya. Entah mengapa, Dodo jadi terlihat sedikit lebih... cool.
sorry Key, gue gak sempet ngasih tau nyokap kalo gue motret sunrise lagi, jangan marah dear..”
Well, ‘sorry’ it’s oke, but ‘nyokap’? Sejak kapan di panggil bunda-nya nyokap? dan ‘dear’? oh, gonna fly away.. Sejak kapan juga Dodo bisa bahasa inggris. Nilai bahasa inggris yang selalu jeblok dan selalu nyontek pas ada ujian, cukup meyakinkan Kesya kalo temannya yang satu ini gak cocok tinggal sama bule. Atau setidaknya bakal kesasar kalo mampir ke Kampung Inggris. Dan coba lihat matanya, sejak kapan Dodo pakek lensakontak.
“gue traktir makan pas istirahat ya, jangan ngambek dong..”
Ya ampun, siapa juga yang betah ngambek lama-lama kalo lo kayak gini. Kesya mengangguk. Ia masih belum sepenuhnya sadar. Dengan mudah ia memaafkan sosok yang dianggapnya Dodo ini. Biasanya butuh waktu berjam-jam, atau setidaknya sampai Dodo mengambil gitar dan menyanyikan lagu kesukaannya untuk meminta maaf pada Kesya.
Kesya melamun sambil berpangkur tangan, menatap sosok Dodo yang terlihat... bukan Dodo. Ella yang berceloteh panjang lebar disebelahnya-pun sama sekali tak digubris. Tiba-tiba saja panjangan Kesya dan Dodo bertemu untuk beberapa detik. Di balas dengan senyum hangat dari Dodo yang membuat jantung Kesya.. deg.. deg.. deg.. Cepat-cepat Kesya memalingkan muka. Ohmygod, apa ini?? pekik Kesya dalam hati.
“jadi makan kan? gue udah laper nih..”
Tanpa ba-bi-bu, Dodo menarik tangan Kesyia menuju kantin. Sepanjang jalan, tak sedetik-pun Dodo melepaskan genggaman tangannya. Membuat semua mata lagi-lagi memandang iri pada Keysa. Pakek pelet apa sih? Selentingan yang kadang membuat hatinya dongkol bukan main.
Mereka memesan dua mangkok bakso super ditambah ekstra pentol daging buat Dodo dan sebuah jus jeruk untuk Kesya. Kesya bergidik. Ini baru asli si Dodo. Makannya banyak, gak perduli kalo malu-maluin temennya di depan orang rame. Kesya terpekur melihat napsu makan Dodo sama sekali gak berubah. Membuat Kesya.. lega. Dodo telah kembali, yaa walaupun dengan rupa yang agak-agak berbeda.
“lo gak makan? atau mau gue suapin?”
“lo kena busung lapar?
Timpal Kesya, tak bermaksud menjawab pertanyaan. Dodo hanya tertawa sambil mengacak-acak rambut Keysa, halus. Sejak kapan dia jadi suka megang rambut gue, setahu gue dia paling sebel liat rambut gue terurai, gak rapi laah, kusut laah, ketombean laah. Atau.. gara-gara kemarin gue pakek sampo mama, jadi rambut gue wangi. Benak Keysa berpikir keras.
Jjreeeng, siapa ini? dateng-dateng pakek senyum-senyum segala. Ohmygod, lentik banget tuh bulu mata, dan liat bibirnya, merah, kepedesan neng? Kesya geleng-geleng kepala. Hal yang akan menjadi kebiasaan baru mereka sepertinya. Maklum, semenjak Dodo tiba-tiba menjadi primadona baru sekolah, sepertinya sang primadona lama –Yang Namanya Tidak Boleh Disebut Lagi- mendadak kalah pamor.
 “mm.. Ica suka sama kakak..”
Dodo tersenyum melihat satu lagi adik kelas yang tergila-gila padanya, sama seperti kemarin, masih dengan membawa mawar merah, sekotak cokelat, dan muka malu-malu. Ia hanya menyeruput jus jeruk di depan mata dengan sedotan. Dilihatnya wajah Kesya mulai mengekrut dan mengalihkan pandangan. Karena tak tega, akhirnya Dodo membalas senyum fans barunya tadi.
“maaf ya, hati kakak cuma ada satu, dan itu udah kakak kasih sama sesorang..”
“lebih cantik dari aku ya kak? siapa..”
Adik kelas manis itu tampak tak terima karena sudah ada orang lain di hari Dodo. Pertanyaan datang bak serangan anak panah yang dilesatkan dengan tajam. Dodo kembali menyeruput jus jeruknya, eh jus jeruk Kesya maksudnya. Adik manis itu masih penuh harap. Begitupula Kesya yang dibuat penasaran. Tiba-tiba Dodo memandang wajahnya dengan lembut, senyum manis terlontar di bibirnya. Kesya hampir tersedak.
Adik manis itu seolah mengerti kode yang diberikan Dodo. Dengan muka ditekuk seribu ia turut memandang wajah Kesya, tak lupa dengan menambahi sedikit aksen pelototan. Kesya memalingkan muka kembali. Ia merasa singkuh dengan tatapan kedua orang itu. Hey, ada apa dengan orang-orang ini?. Yang satu hangat bak sentuhan mentari, yang satu lagi dingin bak salju kutub utara. Ia pura-pura tidak merasakan apa yang terjadi barusan sampai adik kutub (julukan yang tiba-tiba saja muncul) itu menjauh.
Untunglah, tak lama adik kutub pergi setelah mengibarkan bendera perang pada Kesya. Mungkin kenyataan tak sesuai harapannya (itu karena terlalu banyak nonton film Princess Disney). Apa yang akan terjadi jika Kesya ikut-ikutan membalas tatapan sakit hati tadi? Tentu PD III. Sekali lagi, jangan pernah meremehkan kekuatan adik yang sedang patah hati. The Power of Girl, karang sekali-pun bisa hancur menjadi debu. Kesya hanya mengelus dada dan lega karena adik kutub itu tak sampai mendebukannya. Dodo terpingkal kecil. Suasana semakin canggung saat Dodo berhenti tertawa.
“kenapa coklatnya gak lo ambil? kan lumayan..”
Kesya mencoba mengembalikan suasana. Walaupun sebenarnya ia juga masih terjepit di ruang super kekikukan. Dodo malah senyum-senyum. Kesya mengrenyitkan dahi tanda semakin tak mengerti. Sementara senyum Dodo terus mengganggunya. Hal-hal yang sekarang membuat Kesya selalu canggung, tak hanya senyum, bahkan saat Dodo memegang tangannya, dan merangkul bahunya. Semua rasa berubah dari tak ada apa-apa menjadi ada apa-apa. Dari melati menjadi mawar.
“yakin gak cemburu?”
Pertanyaan yang sedikit tapi tepat sasaran. Dengan suara lirih mampu menyobek benteng hati Kesya yang selama ini tak berani dibuka. Sementara Kesya, hanya berusaha menambal bagian bentengnya yang sobek itu.
“ng.. gak, siapa yang cemburu?! apaan juga..”
“ya udah, aku panggil orangnya lagi nih..”
“ehh jangaaan!!”
“jadi, mau ngaku?”
“maksud gue.. kita udah mau masuk, ntar Buk Asih ngomel, yuk cabut..”
Bukannya Kesya punya indera keenam. Tapi memang selang beberapa detik mereka duduk di bangku, Bu Asih tiba dengan membawa setumpuk LKS kosong yang merengek minta diisi. Huft, untung kali ini Kesya punya kegiatan alternatif selain mati kikuk bersama Dodo. Apalagi Dodo tidak membiarkannya duduk tenang sendiri.
Perasaan apa ini? Kenapa rasanya seperti makan balok es yang baru di impor dari kutub utara. Please God, save me today. Bagaimana mungkin ia bisa mengerjakan soal-soal Kimia ini dengan sukses kalo aroma tubuh Dodo saja memenuhi kepalanya. Dia baru ganti parfum ya?.
“lo baru ganti parfum ya?”
Ya Tuhan. Ada apa dengan mulut gue. Kenapa mesti jujur banget.
“oh, gak enak ya? ya udah, besok gue ganti deh..”
“ehh gak usah, baunya enak kok..”
Aduh. Kenapa ‘baunya enak’ sih, kenapa harus ‘enak’, itu kan bukan kue pie. Dodo hanya tersenyum dan tangan jahilnya muncul. Dicubitny pipi Kesya. Kesya memejamkan mata. Bukan karena sakit tentunya. Tapi karena malu. Ia tak mau melihat air muka Dodo saat tahu pipinya memerah karena sentuhannya tadi itu.
“pulang bareng kan, biasa..”
“i.. iya..”
            Kok deg-degan gini? padahal memang udah biasa kan pergi-pulang bareng sama Dodo. Gue bisa gila kalo lama-lama begini terus. Pikiran tak karuan melintas di kepala Kesya. Dodo sukses besar membuatnya.. salah tingkah. Entah mengapa ajakan pulang bareng kali ini membuat Kesya, pergi ke toilet, merapikan seragamnya, menyisir rambutnya, dan menyemprotkan parfum sedikit ke seragam putih abu-abunya.
Kesya mencoba tersenyum tenang, agar tak payah memperlihatkan kegrogiannya kepada Dodo. Langkahnya terhenti di depan kotak sampah sebelah tangga. Kotak hitam tepat di samping tempat pembuangan itu tak terasa asing di mata Kesya. Kotak itu seperti hendak dibuang pemiliknya. Mungkin karena arah lemparannya kurang tepat, kotak itu kurang mendarat mulus di kotak sampah dan terlempar keluar. Kotak yang sering di jumpai waktu ia pergi kemana-mana, kotak milik.... sahabatnya. Kesya memungut dan memasukkannya ke dalam tas.
Itu dia Dodo. Tapi, mana sepedanya? Kesya celingak-celinguk melihat ke kanan dan ke kiri. Yang di dapat hanya seorang Orlando Prasetya sedang bersandar di depan pintu jaguar hitam. Perlahan Kesya mendekat. Disambut dengan lambaian tangan Dodo dan sebuah senyuman hangat.
“lo bawa mobil do?”
Dodo tak menjawab, hanya melemparkan senyum pada Kesya. Dibukakannya pintu depan mobil, tepat disamping kirinya. Kesya juga masuk walaupun dengan tampang ragu-ragu. Ia bahkan tak habis pikir. Apa yang terjadi pada Dodo. Oke, kalau masalah gaya atau penampilan, itu bisa diatur, tapi ini. Sungguh ini bukan Dodo.
Kecelakaan mobil enam tahun lalu yang membuat Dodo yang ia kenal selama ini, tak pernah berurusan dengan benda itu. Jangankan mengemudi, duduk di dalam jok mobil yang empuk sekalipun, Dodo tak akan mau belama-lama. Luka yang mungkin akan terus membekas. Kehilangan sesorang teramat dikasihi tentunya menimbulkan trauma tersendiri padanya. Ayah, yang harusnya menjadi tumpahan dan sandaran teladan, kini hanya bersisa memori.
Ingat betul di dalam benak Kesya, bagaimana kebiasaan Dodo itu. Itulah kenapa dengan setia ia menemani Dodo naik sepeda tiap hari. Agar Dodo tak bersusah payah keluar dari memori itu. Kesya tahu ada saatnya ia akan menerima dengan ikhlas kepergian Ayah dan meninggalkan seluruh kenangan gelap tentang semua itu. Tapi Kesya yakin, hari itu bukan sekarang.
Kesya menatap Dodo ragu, Dodo tak bergeming. Ditatapnya setir mobil itu, sempat berhenti sebentar, lalu memasukkan persneling. Kesya tak berpaling, tak berkedip, tak percaya menatap Dodo yang ada ada di sebelahnya. Siapa lo? mana Dodo? Rasanya Kesya ingin berteriak kepada orang yang berada di belakang stir mobil ini.
Jaguar hitam ini terus melaju. Kesya tak berhenti mengamati. Dilihatnya Dodo mencoba tetap tenang walapun bisa terlihat jelas air mukanya pucat pasih dan keringat dingin turun perlahan dari atas keningnya. Kesya melihat tangan Dodo bergetar. Tak satupun suara keluar dari mulut Dodo sejak ia mengantar Kesya masuk ke dalam mobil. Kesya sudah tidak tahan.
“STOP!!”
Kesya melepaskan seatbelt dengan air yang mulai menitik di pipinya. Membuka pintu mobil setelah Dodo menarik rem mobilnya. Dodo sama sekali tak bergeming turun dari mobil itu. Seolah tubuhnya terpaku. Kesya memutari mobil dan membuka pintu kemudi, di lepaskannya seatbelt Dodo. ditariknya Dodo keluar dari mobil itu. Dari memori yang entah sampai kapan akan merasuki Dodo.
“apa yang mau lo buktiin ke gue? apaa??”
Dodo masih tak bergeming dengan teriakan Kesya. Pandangannya kosong. Tubuhnya terlihat lemas. Satu-satunya adalah badan mobil yang menyangga tubuhnya agar tetap berdiri tegak.
“lo nyakitin diri lo sendiri Do, kenapa lo harus bohongin diri lo sendiri?
Dodo menunduk, pipinya mulai basah dengan titikan air mata. Di sambut dengan isakan tangis Kesya. Keduanya sama-sama larut dalam kesedihan. Entah apa yang merasukinya. Memori lampau yang mengaduk-aduk perasaan mereka. Pengingkaran Dodo hari-hari terkahir ini. Menjadi Dodo yang bukan Dodo. Kesya tahu, ini bukan hal yang diinginkannya. Kesya mengerti karena ia sahabatnya.
“gue sahabat lo.. you can tell any lies to the word, but you can’t do the same to me”
Kesya melingkarkan tangannya melewati punggung Dodo. Membiarkan Dodo untuk membagi isi hatinya pada Kesya. Mendekap hangat sahabatnya satu ini. Dodo semakin terbenam, mencium harum tubuh Kesya. Diraihnya gadis itu dan direngkuhnya erat.
Pengakuan Dodo. Cemburu melihat Kesya bersama Alvin. Tak ingin Kesya di sakiti. Ingin menjadi pangeran impian bagi Kesya. Ingin medapatkan hati Kesya. Ingin selalu bersama Kesya. Cowok itu.. teramat menyayangi Kesya-nya. Hanya itu, membutakan segalanya.
Kedua sahabat yang pernah sama-sama buta. Tak peka akan ketulusan dan kasih sayang. Padahal keduanya memiliki. Berteriak pada dunia bahwa mereka bahagia, tapi tak tau dadanya terluka. Berteriak pada dunia mereka memilki, tapi tak tau keduanya diselimuti sepi. Sama-sama ingkar pada dunia luar. Berjalan sendiri menuju laut mati, tak sadar teman sejati ada di dekat diri.
Kesya menarik pipi Dodo, memasangkan pose smile pada bibirnya. Berterima kasih pada pengakuan Dodo yang hampir membuatnya jengah. Huuft, akhirnya semua orang akan tiba pada masa-masa ini kan? Kesya menggandeng tangan Dodi menuju bebatuan di taman perlintasan kota.
Kesya membalikkan badan. Menengadahkan kepala, menatap langit biru yang tampak kelabu tua karena bulan hanya muncul ditemani satu bintang saja. Dari samping, Dodo menatapnya lekat. Pegangan tangannya terlepas. Ia berharap ini bukan pertanda buruk. Kesya masih terpesona pada langit malam ini. Matanya menerawang jauh menembus jendela bumi. Dodo hampir patah arang karena sampai beberapa saat Kesya tak kunjung mengeluarkan kata.
Dodo terkejut. Kesya mengeluarkan kotak hitam dan menyodorkan tepat di depan matanya. Dodo bahkan tak bisa menebak air muka Kesya saat itu. Tangannya terulur dan membuka tutup kotak. Matanya berkaca-kaca saat memandang isi kotak itu. Dilihatnya senyum pada wajah Kesya.
“gue memang bodoh..”
Dodo mengalihkan pandangan menatap manik bola mata Kesya dari samping. Kesya masih tak bergeming. Menatap langit yang sepi dan berawan. Mereka terdiam sesaat, sibuk pada pikiran masing-masing. Tapi mulut Kesya bergetar lebih cepat.
“terlalu bodoh untuk melepaskan seorang Orlando... tapi...”
Kesya tercekat, entah kenapa rasa ini begitu berbeda saat ia sejenak sadar.
“gue bakal jadi orang paling bodoh sedunia kalo gue ngelepasin Dodo.. lo gak perlu jadi siapa-siapa buat gue, just be your self and make me fallin to you as yours..”
Walaupun tubuhnya bergetar, Kesya tetap tersenyum. Memiringkan badannya menghadap Dodo meskipun orang itu masih tidak sadar. Kesya memasang senyum paling manis. Ia menyentuh tangan Dodo dengan lembut dan meraih kacamata hitam miliknya. Ia sangkutkan kaki kacamata itu pada sela telinga Dodo. Dodo mendongak. Kesya justru mengacak-acak rambutnya.
Bulan tak butuh cahaya. Ia memiliki banyak cahaya. Ia hanya perlu sebuah untuk menemaninya menghabiskan malam. Itu dia, bintang itu, hanya satu. Menjadi saksi bisu yang berkilauan. Cinta tak perlu menjadi berbeda. Cinta juga kadang datang setelah berderai air mata. Tapi cinta tak berubah. Cinta ya cuma cinta, tanpa embel-embel ‘mengerti dia’. Namun, satu cinta yang bermakna, saat kita mengisi kekosongan yang ada, walau hanya dengan sebuah kotak kacamata.
Yaa, di dunia ini akan selalu ada persahabatan yang tidak sempurna. Diantara rasa terpendam tak ingin melepaskan. Diantara setitik kecemburuan dan kekecewaan. Mungkin sudah hukum alam, gak ada seorang-pun cewek dan cowok di dunia ini yang benar-benar bersahabat. Hukum ini mungkin juga berlaku bagi Kesya dan Dodo.
Dodo tersenyum senang kali ini. Anggukan kepala yang pelan tapi tegas. Kesya kembali menatap langit kelabu malam itu, diikuti pula oleh Dodo. Tangan hangatnya didekapkan ke jari jemari Kesya. Kesya tak melepaskannya, justru menggenggamnya semakin erat. Mereka tak perlu mengucap janji untuk memulai suatu tali. Cukup satu sentuhan lembut dan kerlingan mata yang penuh makna.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar